#Berkahkedua : Berteman dengan Malam

2:38 AM


 Saat aku masih kecil, hidup di kota dengan masyarakat yang minoritas islam membuatku bukan semerta merta tak dapat menjalankan ibadah. Tarutung, kota kelahiranku atau dalam bahasa batak disebut bona pasogit yang berarti kampung halaman. Salah satu yang membuatku paling bersyukur pernah tinggal di kota ini adalah penduduknya yang ramah dan udaranya yang sejuk setiap hari. Bagiku dulu yang masih kecil, kota ini terasa sangat besar sampai sebelum aku bertemu Pematangsiantar maupun Medan.
Ramadan di Tarutung
Memori yang kuingat saat ramadan di kota ini adalah salah satu mesjid besar yang bernama mesjid Syuhada. Kami tumbuh bersama. Ah, bukan berarti mesjid itu hidup, punya kaki, tangan lalu dapat berlari-lari sesukanya. Tumbuh bersama disini adalah aku yang mulai beranjak gede dan mesjid yang mulai renovasi sana-sini. Terakhir kali aku datang ke mesjid ini sekitar tahun lalu, sudah ada kamar mandi yang besar dan lebar daripada yang dulu. Senang sekali, dia juga berproses bahkan hingga sekarang, saat aku tak ada di kota itu lagi.

Hal yang paling kusuka saat ramadan di kota ini adalah ramainya malam saat ramadan. Jarak antara rumahku dan mesjid Syuhada kira-kira sekitar 500 meter lebih. Tak terasa bila jalan ramai-ramai. Apalagi sebelum aku punya telekungku sendiri, aku pakai telekung punya mamak kemudian pakai celana di dalamnya. Ukuran 1 mukenanya bahkan sudah sampai ke batas mata kaki ku, panjang bukan? Hampir rata-rata dulu penduduk di kota ini menghabiskan sholat taraweh di mesjid Syuhada. Dan yang paling membekas adalah catatan buku ibadah dari sekolah saat aku kelas 1 SMP. Ada tabel khusus yang harus diisi setiap harinya jika kita melaksanakan sholat taraweh. Sebagai buktinya kalau kita sholat, ada tempat khusus yang ditanda tangai oleh imam mesjid dan orangtua. Setelah itu baru dikumpul ke guru setiap pelajaran agama setiap minggunya. Nah, puasa-puasa gak bisa bohong loh ya :D

Ramadan di Pematangsiantar
Jarak antara rumahku dan mesjid saat di siantar (penyingkatan pematangsiantar) tidak terlalu jauh. Masih dalam lingkup satu kampung. Dekat saat aku tinggal di jalan kabu-kabu. Namun agak jauh saat kami sekeluarga sudah pindah dan tinggal di simpang kerang. Saat berada di kota ini aku termasuk jarang keluar malam, kecuali moment-moment tertentu. Misalnya saat ada kegiatan, dari rumah Uwak atau yang paling sering saat ramadan. Yang membuatku selalu rindu untuk pulang saat ramadan adalah pergi taraweh bersama Mamak. Soalnya kita berdua jarang keluar bersama kecuali buat belanja ke pajak.
Mamak : “Infaq uda wen?”
Aku   : “ Uda mak”
Percakapan yang terjadi saat mau taraweh. Oiya, di mesjid ini suara bilalnya bagus kali. Sampai-sampai pengen pualng dan taraweh di siantar aja kalau ingat suara bilal di mesjid kami. Benar-benar khas dan bermakna.

Ramadan di Cempedak Lobang
Nggak pernah nyangka kalau bakal KKN disini. Sebenarnya saat ramadan di kampung ini ada hal yang membuat deg-deg an gak karuan. Apalagi saat sholat di mesjid dusun III. Deg-deg an bukan perihal anak muda kampung yang ganteng, tapi soal teman satu KKN. Si fulan saat sholat taraweh bareng kami di Mesjid dusun III selalu ‘kesurupan’, tapi tidak saat sholat di mesjid dusun II. Akhirnya, dengan segala pertimbangan, kami memtuskan untuk berpencar perihal sholat taraweh. Sebagian di dusun III dan sebagian lagi di dusun II. Benar-benar membekas dan membuat rindu sampai sekarang. Tapi dibalik itu semua, ada yang lebih horor lagi.

(foto KKN UIN SU tahun 2015) 

Ramadan di Medan
Sudah beberapa tahun melalui Ramadan di kota ini. Banyak yang datang silih berganti, begitupun dengan teman-teman seperjuangan yang dulu sering taraweh bersama-sama. Kini, sudah kembali ke kampung halaman. Kemungkinan sama seperti tahun lalu, tiga perempat ramadan kali ini akan aku habiskan di Medan, perihal urusan pekerjaan yang tak kunjung selesai juga. Aku teringat saat ngontrak di kosan lama. Jadi, gerbang biasanya sudah ditutup pukul 10 malam. Kebetulan saat kami taraweh sekalian tadarus pulang hingga pukul setengah 11 malam. Gerbang belakang yang lebih dekat dengan mesjid ternyata sudah dikunci. Alhasil, kami mutar ke gerbang depan dan bersyukur belum dikunci. “Untung belum dikunci, kalau gak uda ku panjat gerbang ini” gumam dalam hati.

Jangan takut di cap nakal kalau sering keluar malam terus baliknya malam. Dengan catatan pergi ketempat yang baik ya, ke mesjid apalagi di bulan ramadan. Sebenarnya dapat taraweh di mesjid yang bagus walaupun ada di kota yang berbeda adalah sesuatu yang harus paling banyak kita syukuri.
Masih banyak yang pengen taraweh tapi gak bisa, karena mesjidnya jauh atau mesjidnya bakal roboh kalau banyak jamaah yang datang.



So, selagi masi hidup dilingkungan dengan mesjid bagus dan jamaah yang banyak manfaatin waktu sebaik mungkin ya :)
Kira-kira tahun depan kita akan taraweh di mana lagi ya :) Cant wait for that! Semoga masih bisa bertemu dengan ramadan tahun depan :):)

Catatan: Bagi teman-teman yang mau berdonasi buat pembangun mesjid di daerah pelosok bisa donasi langsung melalui kitabisa.com

Akan sangat menyenangkan jika mengetahui bahwa kita sama-sama saling bantu buat taraweh mereka disana :) (sekarang uda bisa donasi pakai Go-Pay loh, lebih mudah kan ya :):) )



You Might Also Like

4 komentar

  1. Tarutung kota yang indah. Abang pernah 3 hari disana. Seru..

    ReplyDelete
  2. Tahun depan Ramadannya di kampung abang itu, dek wen.. biar semakin bervariasi.😉

    ReplyDelete
  3. Belum pernh kesana kak._. Wahhh sebentar lagi ramadhan nh kak.

    ReplyDelete
  4. Kakak pas kecil tinggal di tarutung dek, dibilang anak batak haha.

    ReplyDelete